Senin, 04 Januari 2010

KEMATIAN JIWA

Dalam Surat Al-Baqarah ayat 260 Allah berfirman, “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, “Ya Tuhanku, perlihatkanlah padaku bagaimana Engkau menghidupkan orang yang mati”. Allah berfirman, “Belum yakinkah kamu?” Ibrahim menjawab, “Aku meyakininya; tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku)”. Allah berfirman, “(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung dan cincanglah semua olehmu. Lalu letakkan di atas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera”. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
Sebagian kita memahami ayat tersebut sebagai sebuah tamsil. Orang yang mati dalam ayat tersebut bukanlah mati dalam pengertian masuknya jiwa ke dalam kubur, tetapi jiwa yang terperangkap dalam kegelapan. Bagaimana seseorang dapat bangkit dari kegelapan jiwa menuju kepada cahaya adalah dengan cara menundukkan penjara-penjara jiwanya. Jalaluddin Rakhmat, dalam bukunya “Meraih Cinta Ilahi” menggambarkan keadaan di atas dengan “puisi Rumi” sebagai berikut.
Ketika menafsirkan ayat tersebut, Rumi menjelaskan bahwa kita hanya hidup kembali bila kita membunuh empat ekor unggas yang mencerminkan diri kita atau ego kita. Keempat ekor unggas itu adalah bebek yang mencerminkan kerakusan, ayam jantan yang melambangkan nafsu, merak yang menggambarkan kesombongan, dan gagak yang melukiskan keinginan.
Tentang bebek, Rumi bercerita
Bebek itu adalah lambang sifat yang rakus, paruhnya selalu di tanah. Mengeruk apa saja yang terbenam, basah atau kering. Tenggorokannya tak pernah santai satu saat pun. Ia tak mendengar firman Tuhan selain “Makan dan minum”. Seperti penjarah yang merangsek rumah dan memenuhi kantongnya dengan cepat. Ia memasukkan ke dalam kantungnya baik dan buruk. Permata atau kacang tanah tiada beda. Ia jejalkan ke kantungnya, basah dan kering. Kuatir pesaingnya akan merebutnya. Waktu mendesak, kesempatan sempit, ia takut. Dengan segera ia tumpukkan apapun di bawah tangannya.
Tentang ayam jantan atau nafsu, Rumi bercerita
Ayam jantan penuh nafsu dan ketagihan nafsu. Mabuk dalam anggur tawar yang beracun. Sekiranya nafsu tidak diperlukan untuk melanjutkan penciptaan, wahai Sang Penuntut, Adam akan memandulkan dirinya sebab malu karenanya. Iblis terkutuk berkata kepada Sang Penegak Keadilan, “Kuingin jebakan perkasa untuk korbanku”. Tuhan memperlihatkan kepadanya emas, perak, dan kawanan kuda seraya berkata, “Gunakan ini untuk merayu manusia”. Iblis berteriak, “Hebat!” Tapi segera bibirnya mengering. Ia menjerit keriput dan asam seperti jeruk. Lalu Tuhan menawarkan kepada si mahluk terkutuk emas dan mutiara dari perbendaharaannya yang tidak terhingga seraya berkata, “Ambillah jebakan ini, hai si terlaknat”. Ia menjawab, “Berikan lebih dari ini, wahai Sang Maha Pembela”. Lalu memberinya makanan yang berminyak dan manis, minuman yang mahal dan jubah sutra yang gemerlap. Iblis berkata, “Tuhanku, kuperlukan bantuan lebih dari ini, untuk mengikat mereka dengan tali serat kurma. Supaya hamba-Mu yang mabuk, yang gagah berani, dapat melepaskan seluruh ikatan ini. Dengan jebakan ini dan ikatan hawa nafsu, orang suci dipisahkan dari orang durhaka. Aku ingin jebakan lain, duhai Penguasa Arasy. Jebakan cerdik perkasa yang membuat semua manusia binasa” …

Ketika Tuhan menampakkan kepada iblis keindahan perempuan yang menumpulkan akal dan melepaskan kendali laki-laki. Iblis menjentikkan jarinya dan mulai menari, sambil melonjak berkata, “Berikan dia kepadaku secepat mungkin. Telah digapai keinginanku” Bagi iblis, cumbu rayu hawa nafsu bagaikan ungkapan kemulian Ilahi yang menembus hijab yang tipis.
Tentang burung merak atau kesombongan, Rumi bercerita
Sekarang sampailah kita pada merak berwarna ganda. Yang memamerkan dirinya demi kemasyhuran dan nama. Cita-citanya hanya merebut perhatian manusia. Tak peduli baik buruk, hasil dan manfaatnya. Ia menangkap mangsanya dengan bodoh seperti jebakan. Mana mungkin jebakan mengetahui tujuan tindakan? …
Duhai saudaraku, kau angkat kawan-kawanmu dengan dua ratus tanda kasih sayang, lalu kaucampakkan mereka. Inilah keinginanmu sejak saat kelahiranmu:
Menangkap orang dengan jebakan cinta. Dari upayamu mengejar orang dan memburu kemegahan. Apa manfaat yang kamu peroleh, lihat dan renungkan! Hari-hari hidupmu telah berlalu dan malammu telah larut. Dan kau masih juga sibuk mengejar-ngejar manusia. Ayo buru orang dan lepaskan yang lain dari jebakan. Lalu kau kejar yang lain dan kaucari yang itu.Ini permainan anak kecil yang tanpa arti. Sebetulnya kamu hanya menangkap dirimu dalam jebakan. Karena kamu dipenjarakan dan dikecewakan oleh keinginanmu …
Tentang gagak, Rumi bercerita
Suara berkoak burung gagak meneriakkan permintaan panjang usia di dunia. Seperti iblis, gagak memohon Yang Mahasuci kehidupan abadi sampai hari kebangkitan. Iblis berkata, “Berikanlah aku tempo sampai hari kebangkitan”. Bukankah sepatutnya ia berkata, “Aku bertaubat, duhai Tuhanku”. Hidup tanpa taubat adalah bencana jiwa. Hilang dari Tuhan adalah kehadiran kematian, hidup dan mati, keduanya manis di sisi Ilahi. Tanpa Tuhan, air kehidupan dalam api ..
Hidup abadi adalah menumbuhkan ruh di dekat Ilahi, hidup gagak semata-mata untuk memakan kotoran. Gagak berkata, “Brikan aku hidup lama supaya terus makan keburukan”. Sekiranya mulut kotor itu bukan mulut pemakan bercak, ia akan berkata, “Selamatkan daku dari watak burung gagak”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar